Ketika Harta Menjadi Tujuan Utama

Suatu ketika nabi Isa ‘alaihis salam memberikan khutbah di hadapan kaumnya. Beliau mengingatkan bahwa hidup di dunia tidak lebih hanya se...

Suatu ketika nabi Isa ‘alaihis salam memberikan khutbah di hadapan kaumnya. Beliau mengingatkan bahwa hidup di dunia tidak lebih hanya sebagai perjalanan menuju alam yang lebih kekal, yaitu akhirat, sehingga tidak terlena memburu harta dan kemewahan dunia yang menjadi penghalang mendapatkan kebahagiaan akhirat.

Diantara kaum itu ada tiga orang yang menyangkal khutbah Nabi Isa. Mereka adalah Wahed, Sane dan Sales. Diwakili Wahed, mereka berkata: “Hai anak Maryam! Bagi kami, surga tidak penting. Kami bisa hidup tenang dan bahagia tanpa agama. Asalkan banyak harta, pasti kami hidup tenang!”.

Dengan ramah, nabi Isa menjawab: “Harta tidak akan bisa menjamin ketenteraman hidup, saudara-saudaraku!”. Ketiga orang itu langsung menjawab: “Omong kosong! Kami sangat yakin hanya harta yang mampu membuat hidup menjadi bahagia!”.

“Jika memang demikian pendapat kalian, tidak mengapa. Kita buktikan saja. Setelah ini datanglah ke tempat saya, bertiga saja. Kita akan bicara, barangkali dada rizki untuk kalian”. Kata Nabi Isa.

Karena tahu bahwa nabi Isa tidak pernah berdusta, dengan gembira mereka datang. Nabi Isa memberi mereka sebuah peta tempat penyimpanan harta karus. Letaknya di puncak bukit terjal, dalam sebuah gua rahasia. Ketiganya merasa bergembira. Lalu dengan angan-angan yang tinggi mereka menuju tempat sesuai peta yang ditunjukkan oleh nabi Isa.

Dengan membawa bekal dan peralatan secukupnya mereka akhirnya sampai di depan gua rahasia itu. Mereka pun masuk. Dan apa yang ditunjukkan nabi Isa benar. Di sudut gua itu terdapat peti-peti berisi emas berlian dalam jumlah besar. Mereka pun berunding, bagaimana tentang cara yang terbaik untuk mengangkutnya dengan aman dan tidak diketahui orang lain. Akhirnya disepakati untuk membagi kerja. Secara bergantian mereka membawa turun harta ke sebuah hutan sepi di kaki bukit. Di sana ada rumah tua milik seorang pemburu yang telah lama ditinggalkan. Di sanalah emas dan berlian itu ditempatkan dan akan dibagi rata. 

Setelah semuanya selesai, mereka sudah siap untuk membagi harta karun itu seadil-adilnya. Tiba-tiba Sane mengusulkan untuk membeli makanan terlebih dahulu, karena merasa lapar setelah bekerja berat. Lagi pula perjalanan pulang sangat membutuhkan energi yang cukup untuk memikul harta, dan sangat berbahaya jika harus mampir di rumah makan sekadar untuk mengisi perut.

Ususan ini mereka sepakati dan yang diminta untuk mencari makanan adalah Wahed. Ia pun pergi meninggalkan kedua orang kawannya yang siap menjaga harta dari segala apa yang mengancam. Sesampai di perkampungan ia menemukan rumah makan. Karena perutnya yang sangat lapar, ia segera makan di rumah makan itu dan memesan dua porsi yang cukup untuk kedua temannya. 

Saat ia menyantap makanan, terbesit di benaknya untuk berbuat khianat. Ia berpikir bagaimana caranya agar harta karun tersebut 100% menjadi miliknya. Setelah perutnya dirasa kenyang ia membawa dua porsi makanan untuk temannya. Di tengah perjalanan ia mampir ke sebuah tempat yang menyediakan racun yang mampu membunuh dengan cepat. Racunpun didapatnya, lalu mencampurkannya kepada makanan yang akan diberikan kepada kedua temannya dengan sangat hati-hati, agar tidak niat jahatnya tidak diketahui kedua temannya. 

Sementara itu, Sane dan Sales yang bertugas menjaga harta karun, juga mempunyai niat jahat untuk menghabisi Wahed, agar harta karun itu hanya menjadi milik mereka berdua. Disepakatilah sebuah rencana membunuh Waled, dengan cara menebaskan parang saat ia memasuki pintu rumah. Sane dan Sales segera bersembunyi di balik pintu dengan parang terhunus siap menikam Wahed. Beberapa saat berlalu terdengar langkah Wahed mendekati pintu. Begitu Wahed masuk, dua parang Sane dan Sales beberapa kali menghujam tubuh Wahed hingga tewas seketika.

Sane dan Sales merasa lega, semuanya berjalan sesuai rencana. Mereka menyeret mayat Wahed ke belakang rumah dan menceburkannya ke dalam sumur tua yang ada di sana. 

Akhir sebuah cerita. Badan Sane dan Sales yang letih, penat, tegang ditambah perut yang lapar menjadi hilang, saat makanan yang dibawa Wahed siap untuk disantap. Tanpa berpikir panjang, mereka segera melahapnya. Baru beberapa suap makanan masuk ke dalam perut, napas mereka terasa sesak, tenggorokan seperti dibakar, dan busa mengalir dari mulut mereka. Beberapa derik kemudian, tubuh mereka kejang dengan begitu hebatnya dan mereka pun tewas menyusul teman yang mereka bunuh sendiri.

Emas dan berlian yang mereka kejar tetap teronggok di dalam rumah tua tanpa berkurang sedikitpun.

Related

Akhlaq-Tashawuf 883058030000595278

Follow Us

Facebook

TERBARU

Arsip

Statistik Blog

item