Ajaib; Ajang Miss Word Digelar Di Negara Muslim Terbesar

Ajang Miss Word 2013 yang merupakan edisi ke-63 akan digelar di Jakarta dan Bali mulai tanggal 28 September 2013. Dan malam puncak akan dilaksanakan di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat. Inilah kali pertama, sebuah kontes pamer aurat digelar di negeri Muslim terbesar di dunia, di propinsi yang mempunyai motto “Tegar Beriman”.

Kontes Miss World dikenal warga dunia sebagai kontes memilih “Wanita tercantik sejagat”. Kontes itu berawal dari “Bikini Contest Festival” yang kali pertama diselenggarakan di Inggris pada 1951. Dalam perkembangannya, media memopulerkannya sebagai kontes Miss World.

Sejak awal, televisi antusias menayangkan Miss World ini sebab bisa menarik penonton yang melimpah. Tayangan itu mengalahkan acara Olympiade dan Piala Dunia sepak bola. Dalam perkembangan paling akhir, ajang Miss World konon ditonton oleh lebih dari satu milyar orang sejagat. Maka, kepemilikan hak siarnya menggiurkan.

Mulanya, kontes ini menekankan fisik. Lalu -boleh jadi- untuk mengurangi kontroversi, dua unsur lain ditambahkan sebagai kriteria penilaian yaitu kecerdasan dan perilaku. Tapi, tampaknya yang dominan tetap aspek fisik. Cermatilah, sekalipun ada wanita cerdas dan berprestasi tinggi di berbagai bidang, tetapi bisakah mereka ‘dilibatkan’ di kontes itu jika fisiknya tak memenuhi syarat? 

Di negeri ini, penyelenggaraan Miss World dan ‘turunan’-nya semisal pemilihan Putri Indonesia selalu menuai kontroversi yang tak berkesudahan. Untuk Miss World, misalnya, patutkah negeri ini mengirimkan wakilnya? Untuk Putri Indonesia, sesuaikah acara itu dengan budaya Indonesia?

Jika mengirim duta sebagai peserta Miss World saja kontroversi bisa merebak sangat panas, maka apatah lagi jika negeri ini akan menjadi tuan rumah? Rasakanlah kontroversi berikut ini.

Pihak yang mendukung menyebut ajang Miss World bisa menjadi momen etalase potensi wisata budaya. Tetapi, ‘pihak seberang’ secara bergelombang menolak keras karena menilai acara itu tidak sejalan dengan budaya dan keyakinan mayoritas masyarakat yang beragama Islam.

Ulama dan tokoh masyarakat Bogor termasuk yang paling keras menolak rencana itu. Hal itu sangat bisa dimengerti karena perhelatan Miss World 2013 akan digelar di Sentul International Convention Center (SICC) Bogor, Jawa Barat. “Atas nama Ormas Islam Bogor kami menolak acara ini diselenggarakan apalagi di Bogor,” tegas Ketua MUI Kota Bogor, Adam Ibrahim pada 11/04/2013.

Di Jawa Timur, KH Abdu-Shomad Buchori -Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim menyatakan bahwa “Kami dan Gerakan Umat Islam Bersatu (GUIB) Jawa Timur akan membuat surat pernyataan dan akan dikirim kepada Bapak Presiden RI terkait dengan penolakan terhadap acara Miss World di Indonesia”. Lebih jauh, dia menyebutkan bahwa penolakan 52 Ormas Jawa Timur yang tergabung dalam GUIB karena menilai acara Miss World itu sebagai sesuatu yang jelas merusak akhlak, kultur bangsa Indonesia yang mayoritas Muslim.

Di level nasional, www.eramuslim.com 8/5/2013 menurunkan judul: “Muhammadiyah Akan Bertindak Gagalkan Acara Miss World”. Sikap itu akan diambil Muhammadiyah sebab meskipun telah mendapat banyak penolakan keras dari Ormas Islam, tapi pihak penyelenggara bergeming, bahkan sudah menampilkan iklan penyelenggaraannya di beberapa stasiun televisi.

Atas kenyataan itu Muhammadiyah mengaku prihatin, bahwa ternyata tidak ada niat baik dari panitia Miss World atas banyaknya keberatan masyarakat. Untuk itu, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah berencana mendatangi stasiun TV dan panitia yang bersangkutan sebab acara seperti itu mengumbar kehidupan hedonistik dan materialistik.

Tak hanya dari kalangan yang selama ini memang dikenal teguh memegang syariat Islam yang menolak acara semisal Miss World. Dari kalangan sekularpun ada yang bersuara keras. Tabloid Media Umat edisi 19 April-2 Mei 2013 mengutip kritik pedas Dr. Daoed Joesoef -Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI- terhadap acara kontes-kontesan seperti Miss World. Khusus dalam hal ini, di dalam buku bertahun 2006 dan berjudul “Dia dan Aku: Memoar Pencari Kebenaran”, Daoed Joesoef –tokoh yang dikenal sekular itu- kritis menilai: ”Pemilihan ratu-ratuan seperti yang dilakukan sampai sekarang adalah suatu penipuan, di samping pelecehan terhadap hakikat keperempuanan …. Tujuan kegiatan ini adalah tak lain dari meraup keuntungan berbisnis, bisnis tertentu; perusahaan kosmetika, pakaian renang, rumah mode, salon kecantikan, dengan mengeksploitasi kecantikan … dan kebutuhan akan uang untuk bisa hidup mewah.” 

Baiklah, sekarang kita lihat Pancasila. Sila pertama berbunyi: “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ini berupa penegasan bahwa kita mengakui akan keberadaan Tuhan dan posisi-Nya sebagai “Yang Maha Kuasa”. Kita (diam-diam) berjanji akan patuh kepada segenap perintah dan larangan-Nya. Tapi, demikiankah halnya jika dalam hal berpakaian saja kita telah membangkang-Nya dengan cara membuka aurat dan bahkan secara vulgar memertontonkannya kepada khalayak seperti yang lazim terjadi di arena Miss World?


 Ajaib, kita bersemangat jika bicara tentang Tuhan dan –untuk itu- rela punya sila pertama Pancasila. Tapi, ironisnya, moralitas keseharian kita sering compang-camping karena dengan sejumlah alasan -seperti atas nama seni, popularitas, dan keuntungan materi- kita lalu menghalalkan segala cara. Di titik ini, kita –diam-diam- telah menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhan. “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya?” (QS Al-Jaatsiyah [45]: 23).

Related

Lintas Berita 8543830304382517436

Posting Komentar

emo-but-icon

Follow Us

Facebook

TERBARU

Arsip

Statistik Blog

item