Beda Mursi Dan Gusdur

Kali ini Mesir, negeri yang menjadi inspirator Arab Spring, harus kehilangan presiden yang mereka pilih langsung dengan demokratis. ...


Kali ini Mesir, negeri yang menjadi inspirator Arab Spring, harus kehilangan presiden yang mereka pilih langsung dengan demokratis.

Muhammad Mursi dipaksa turun dengan kudeta. Militer menodongkan senjata ke kantor presiden dan memaksanya turun tahta. 

Sebagaimana cacatnya kudeta dalam buku sejarah, kudeta Mesir kali ini pun dibumbui noda antidemokrasi. Aljazeera melaporkan, tigaratus anggota Ikhwanul Muslimin ditangkap militer.

Mursi pun harus menjadi tahanan rumah. Pers dibungkam. Stasiun televisi milik Ikhwanul Muslimin dibredel, begitupula Aljazeera yang diserang oleh tentara karena menyiarkan pidato presiden dari tahanan rumah. 

Aksi militer Mesir kali ini memang jauh berbeda ketimbang saat rakyat Mesir memaksa Hosni Mubarak mundur. Kala itu, militer mati-matian membela Mubarak.

Padahal, saat itu Mesir masih bersatu. Kaum liberal, kiri, Ikhwanul Muslimin, Salafi, hingga minoritas seperti Kristen Koptik berada di Lapangan Tahrir untuk meminta Presiden Mubarak turun. 

Pagi ini, meski dukungan rakyat Mesir terbelah, militer keukeuh sangat sigap untuk meminta Morsi turun. Panglima Militer sekaligus Menteri Pertahanan Mesir Jendral Abdel Fattah Al Sissi mengeluarkan deklarasi pencabutan Mursi sebagai kepala negara. 

Al Sissi menunjuk Ketua Mahkamah Agung Adli al Mansour sebagai pejabat ad interim (sementara) kepala negara. Sumpah jabatan akan diambil pada Kamis (4/7) ini. Sang jendral meminta rakyat Mesir melakukan rekonsiliasi nasional sementara Mursi dijadikan tahanan rumah. 

Militer agaknya memilih jalan pintas untuk menyelesaikan perdebatan konstitusi antara Mursi dengan oposisi. Kudeta dibalik moncong senjata kembali dipilih dibanding menghormati apa yang sudah disimpulkan oleh demokrasi. 

Sayangnya, oposisi pun tak dapat mengambil posisi jernih. Albaredei dan kawan-kawan mengambil keuntungan dari tangan militer. Oposisi lebih memilih untuk diam dan bertepuk tangan. Kemudian berdemonstrasi di Lapangan Tahrir seolah Mursi dijatuhkan oleh kekuatan rakyat.  

Saat Presiden Abdurrahman Wahid lengser dari kursi presiden pada 2001, Gusdur harus terjungkal lewat kekuatan yang tadinya menggalang tokoh Nahdlatul Ulama ini menjadi presiden, poros tengah.

Gusdur pun melakukan aksi politik. Dia menandatangani dekrit yang menyatakan parlemen harus dibekukan. Mirip apa yang dilakukan oleh Presiden Soekarno kepada konstituante. Ketika itu, proklamator RI tersebut meneken dekrit untuk membubarkan lembaga tersebut karena gagal membuat konstitusi. 

Hanya, Gusdur terjatuh bukan lewat jalur kudeta. Dia dijungkal dengan prosedur demokrasi yang resmi. Gusdur dijatuhi mosi tidak percaya lewat sidang istimewa di Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Dalam hal ini, TNI mengambil posisi jernih. Tentara mengabaikan taklimat presiden untuk membekukan parlemen. Untuk kali ini, militer mencatat prestasi karena berhasil memilih tunduk kepada negara ketimbang penguasa. Alhasil, Gusdur legowo mundur dari istana. Sebagai Wakil Presiden, Megawati menjadi pengganti. 

Penggulingan Gusdur bukan tanpa gejolak. Kaum Nahdliyin dari berbagai daerah datang ke Jakarta. Menyatakan kesetiaan dengan cap jempol darah. Demonstrasi pun panas. Di daerah, Muhammadiyah yang merupakan penyokong Amien Rais, tokoh utama poros tengah harus bersitegang dengan  NU.

Cuma, itu tidak berlangsung lama. Gusdur menunjukkan kedewasaannya sebagai negarawan. Disaksikan oleh ratusan ribu pengikutnya, Gusdur bersedia mundur tanpa pertumpahan darah.

Related

BeritaInternasional 3282976695617273137

Posting Komentar

emo-but-icon

Follow Us

Facebook

TERBARU

Arsip

Statistik Blog

item